PIMPINAN aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah, Ahmad Mushaddeq menyatakan tobat ("PR", 10/11). Benarkah bertobat? Mengapa MUI Pusat menyatakan ada indikasi kekuatan intelijen di belakang kasus maraknya aliran sesat? Untuk mengetahuinya, "PR" melakukan wawancara khusus dengan Ketua MPR RI, Dr. H. Hidayat Nurwahid yang sedang menghadiri acara Silaturahmi Keluarga Besar Persatuan Umat Islam (PUI) Jabar di Puri Khatulistiwa Jatinangor, Sabtu (10/11).
Berikut ini kutipan pernyataannya:
Apakah tobatnya Ahmad Mushaddeq hanya siasat?
Faktanya dia bertobat dan diberitakan pers. Soal itu siasatnya Pak Ahmad Mushaddeq atau ada tekanan, itu soal lain. Kita lihat saja perkembangannya. Tapi yang pasti, saya mengapresiasi hasil kerja Jaksa Agung, MUI, Menteri Agama, dan Kapolri berkaitan dengan kasus Al Qiyadah Al Islamiyah. Saya sampaikan juga salam tahniah (penghormatan, red) kepada Pak Ahmad Mushaddeq, dan saya berharap taubatan nasuha, serta menyadari kesalahannya. Selanjutnya, dia harus menerangkan alasan tobatnya kepada para murid-muridnya agar mereka juga tobat dan menyadari kesalahannya.
Apa makna dari tobatnya Ahmad Mushaddeq?
Maknanya antara lain, ya, buat kepolisian. Maksudnya, di Indonesia kan banyak berkembang aliran sesat. Ada ajaran Alquran Suci, Islam Jemaah, Ahmadiyah, Salamullah atau Kerajaan Edennya Lia Aminudin, Darul Arqam, Wahidiyah, dan lain-lainnya. Itu semua hendaknya mendorong aparat kepolisian menyikapinya dengan sama. Jangan diskriminatif. Kalau yang sudah dinyatakan sesat oleh MUI dan dilarang Kejaksaan Agung tetap dibiarkan oleh kepolisian, maka yang terjadi kemudian adalah keresahan.
Apakah fatwa MUI dan keputusan Kejaksaan Agung diabaikan oleh kepolisian?
Saya ingin menyatakan ada beberapa fatwa MUI pusat yang berguna mengatasi keresahan umat, tapi ternyata diabaikan pihak terkait disebabkan adanya keputusan politis. Akibatnya, kan jelas di beberapa daerah sempat terjadi tindakan anarkis. Semestinya, aparat kepolisian bertindak seperti dalam kasus Al Qiyadah Al Islamiyah. Polisi proaktif, begitu keluar fatwa sesat dari MUI dan larangan pihak kejaksaan, langsung bertindak dan melakukan tindakan preventif.
Aliran sesat "terjamin" oleh Hak Asasi Manusia (HAM), menurut Anda?
Memang ada dalam pasal 28 a hingga sebelum butir j dalam HAM, yang intinya adalah meyakini sesuatu ajaran merupakan keyakinan yang tidak bisa dikurangi oleh siapa pun. Mereka mengira itu bagian dari kebebasan beragama dan kepercayaan yang terlindungi HAM. Padahal itu keliru.
Mereka membacanya tidak tepat. Karena kalau dibaca pada butir 28 c, jelas bahwa HAM, dalam hal ini penegakan HAM di Indonesia, harus tunduk pada pembatasan demi penghormatan kepada UU dan HAM yang lain. Jadi, HAM tidak bisa dijadikan tameng atau pelindung demi kepentingan diri atau golongan. Jangan mencederai HAM-nya pihak lain.
MUI Pusat mengindikasikan ada peran intelijen di balik aliran sesat ("PR", 5/11)?
Ya, saya kira apakah itu bernama intelijen atau bukan, dari luar negeri atau bukan, saya memang "membaca" ada konspirasi dengan berbagai skenario untuk mengobok-obok ketenteraman umat beragama, khususnya kaum Muslimin dengan cara memunculkan berbagai paham sesat. Jika umat Islamnya repot mengurusi aliran sesat, itu artinya akan terpecah-belah dan tidak ada enerji untuk membangun. Dengan begitu, Indonesia akan terus-terusan mengutang, pasrah didikte pihak ketiga, dan berada di ketiak asing. Kalau umat Islam nggak kuat, itu kan yang diinginkannya.
Sampai sekarang sesungguhnya saya masih berkeyakinan ada skenario pihak ketiga di balik peristiwa ledakan bom di berbagai daerah di Indonesia. Tujuan konspirasi itu adalah untuk membuat umat Islam menjadi tertuduh, dan tersudutkan dengan isu teroris. Dalam hal ini, sebagaimana di berbagai kesempatan, saya menyatakan menolak aksi-aksi teroris dan mengutuk setiap perbuatan teroris. Juga kepada PKI atau komunisme, dan berbagai skenario pihak ketiga yang ingin memecah belah bangsa dan umat Islam, saya mengutuknya.
Anda pernah aktif di Negara Islam Indonesia (NII)?
Itu bohong. Memang ada tokoh pergerakan bernama mirip saya, yakni Nur Hidayat. Dia itu kasus Lampung. Saya memang sering terima pertanyaan ini, seolah-olah saya aktivis NII. Ketahuilah, saya tidak pernah bersentuhan dengan NII. Akidah saya adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Di rumah saya, buku agama sangat banyak. Bagi siapa pun yang ingin berdialog soal agama, silakan.
Kepolisian tidak tuntas sikapi NII KW-IX?
Saya bukan juru bicara polisi. Tapi saya jawab ya, mengapa tidak tuntas? Begini, polisi kan penegak hukum di Indonesia. Polisi seharusnya bisa menjadi contoh agar hukum tegak di Indonesia. Kalau hukum ditegakkan, maka harum nama polisi. Sepatutnya kepolisian juga bisa menindak aliran sesat lainnya. Ini juga jadi ’pintu besar’ polisi untuk memelihara citranya sebagai penegak supremasi hukum.
Apakah keputusan Kejaksaan Agung perlu ditinjau lagi?
Inilah dilemanya. Tapi menurut saya, karena ini negara hukum, maka semua pihak terkait harus menegakkan hukum. Keputusan politik yang notebane melanggar hukum, jelas harus diabaikan. Kecuali kalau ada klausul hukum tentang pelarangan itu diubah menjadi tidak dilarang, itu soal lain. Kan selama ini belum ada pencabutan keputusan Kejaksaan Agung terhadap ajaran Ahmadiyah, Islam Jemaah, Darul Arqam, dan sejenisnya. Demikian halnya terhadap ajaran Alquran Suci, saya berharap MUI segera membuat fatwanya, dan aparat penegak hukum menindaklanjutinya.
Bagaimana dengan kesesatan komunisme?
Itu jelas. Hingga kini belum dicabut larangan menyebarkan ajaran komunis, sebagaimana diatur dalam Tap MPR No. 25 tahun 1966. Aparat kepolisian semestinya tanggap bila ada fenomena penyebaran paham komunis. Kalau ada buku tentang komunis dan itu untuk kajian, ya, ini akan lain persoalannya.
Berikut ini kutipan pernyataannya:
Apakah tobatnya Ahmad Mushaddeq hanya siasat?
Faktanya dia bertobat dan diberitakan pers. Soal itu siasatnya Pak Ahmad Mushaddeq atau ada tekanan, itu soal lain. Kita lihat saja perkembangannya. Tapi yang pasti, saya mengapresiasi hasil kerja Jaksa Agung, MUI, Menteri Agama, dan Kapolri berkaitan dengan kasus Al Qiyadah Al Islamiyah. Saya sampaikan juga salam tahniah (penghormatan, red) kepada Pak Ahmad Mushaddeq, dan saya berharap taubatan nasuha, serta menyadari kesalahannya. Selanjutnya, dia harus menerangkan alasan tobatnya kepada para murid-muridnya agar mereka juga tobat dan menyadari kesalahannya.
Apa makna dari tobatnya Ahmad Mushaddeq?
Maknanya antara lain, ya, buat kepolisian. Maksudnya, di Indonesia kan banyak berkembang aliran sesat. Ada ajaran Alquran Suci, Islam Jemaah, Ahmadiyah, Salamullah atau Kerajaan Edennya Lia Aminudin, Darul Arqam, Wahidiyah, dan lain-lainnya. Itu semua hendaknya mendorong aparat kepolisian menyikapinya dengan sama. Jangan diskriminatif. Kalau yang sudah dinyatakan sesat oleh MUI dan dilarang Kejaksaan Agung tetap dibiarkan oleh kepolisian, maka yang terjadi kemudian adalah keresahan.
Apakah fatwa MUI dan keputusan Kejaksaan Agung diabaikan oleh kepolisian?
Saya ingin menyatakan ada beberapa fatwa MUI pusat yang berguna mengatasi keresahan umat, tapi ternyata diabaikan pihak terkait disebabkan adanya keputusan politis. Akibatnya, kan jelas di beberapa daerah sempat terjadi tindakan anarkis. Semestinya, aparat kepolisian bertindak seperti dalam kasus Al Qiyadah Al Islamiyah. Polisi proaktif, begitu keluar fatwa sesat dari MUI dan larangan pihak kejaksaan, langsung bertindak dan melakukan tindakan preventif.
Aliran sesat "terjamin" oleh Hak Asasi Manusia (HAM), menurut Anda?
Memang ada dalam pasal 28 a hingga sebelum butir j dalam HAM, yang intinya adalah meyakini sesuatu ajaran merupakan keyakinan yang tidak bisa dikurangi oleh siapa pun. Mereka mengira itu bagian dari kebebasan beragama dan kepercayaan yang terlindungi HAM. Padahal itu keliru.
Mereka membacanya tidak tepat. Karena kalau dibaca pada butir 28 c, jelas bahwa HAM, dalam hal ini penegakan HAM di Indonesia, harus tunduk pada pembatasan demi penghormatan kepada UU dan HAM yang lain. Jadi, HAM tidak bisa dijadikan tameng atau pelindung demi kepentingan diri atau golongan. Jangan mencederai HAM-nya pihak lain.
MUI Pusat mengindikasikan ada peran intelijen di balik aliran sesat ("PR", 5/11)?
Ya, saya kira apakah itu bernama intelijen atau bukan, dari luar negeri atau bukan, saya memang "membaca" ada konspirasi dengan berbagai skenario untuk mengobok-obok ketenteraman umat beragama, khususnya kaum Muslimin dengan cara memunculkan berbagai paham sesat. Jika umat Islamnya repot mengurusi aliran sesat, itu artinya akan terpecah-belah dan tidak ada enerji untuk membangun. Dengan begitu, Indonesia akan terus-terusan mengutang, pasrah didikte pihak ketiga, dan berada di ketiak asing. Kalau umat Islam nggak kuat, itu kan yang diinginkannya.
Sampai sekarang sesungguhnya saya masih berkeyakinan ada skenario pihak ketiga di balik peristiwa ledakan bom di berbagai daerah di Indonesia. Tujuan konspirasi itu adalah untuk membuat umat Islam menjadi tertuduh, dan tersudutkan dengan isu teroris. Dalam hal ini, sebagaimana di berbagai kesempatan, saya menyatakan menolak aksi-aksi teroris dan mengutuk setiap perbuatan teroris. Juga kepada PKI atau komunisme, dan berbagai skenario pihak ketiga yang ingin memecah belah bangsa dan umat Islam, saya mengutuknya.
Anda pernah aktif di Negara Islam Indonesia (NII)?
Itu bohong. Memang ada tokoh pergerakan bernama mirip saya, yakni Nur Hidayat. Dia itu kasus Lampung. Saya memang sering terima pertanyaan ini, seolah-olah saya aktivis NII. Ketahuilah, saya tidak pernah bersentuhan dengan NII. Akidah saya adalah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Di rumah saya, buku agama sangat banyak. Bagi siapa pun yang ingin berdialog soal agama, silakan.
Kepolisian tidak tuntas sikapi NII KW-IX?
Saya bukan juru bicara polisi. Tapi saya jawab ya, mengapa tidak tuntas? Begini, polisi kan penegak hukum di Indonesia. Polisi seharusnya bisa menjadi contoh agar hukum tegak di Indonesia. Kalau hukum ditegakkan, maka harum nama polisi. Sepatutnya kepolisian juga bisa menindak aliran sesat lainnya. Ini juga jadi ’pintu besar’ polisi untuk memelihara citranya sebagai penegak supremasi hukum.
Apakah keputusan Kejaksaan Agung perlu ditinjau lagi?
Inilah dilemanya. Tapi menurut saya, karena ini negara hukum, maka semua pihak terkait harus menegakkan hukum. Keputusan politik yang notebane melanggar hukum, jelas harus diabaikan. Kecuali kalau ada klausul hukum tentang pelarangan itu diubah menjadi tidak dilarang, itu soal lain. Kan selama ini belum ada pencabutan keputusan Kejaksaan Agung terhadap ajaran Ahmadiyah, Islam Jemaah, Darul Arqam, dan sejenisnya. Demikian halnya terhadap ajaran Alquran Suci, saya berharap MUI segera membuat fatwanya, dan aparat penegak hukum menindaklanjutinya.
Bagaimana dengan kesesatan komunisme?
Itu jelas. Hingga kini belum dicabut larangan menyebarkan ajaran komunis, sebagaimana diatur dalam Tap MPR No. 25 tahun 1966. Aparat kepolisian semestinya tanggap bila ada fenomena penyebaran paham komunis. Kalau ada buku tentang komunis dan itu untuk kajian, ya, ini akan lain persoalannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar